Selasa, 11 Januari 2011

Bupati Pilihan Rakyat

Pendidikan Sebagai Investasi Bangsa


Berprestasi, memiliki ilmu pengetahuan luas, dan berbudi pekerti luhur disandang oleh putra-putrinya, itulah harapan yang terpatri dalam benak setiap orang tua terutama kaum Ibu. Hal itu disebabkan karena kaum Ibulah yang lebih dominan dalam mengatur seluk-beluk metode dan strategi untuk keberhasilan anaknya dibandingkan dengan kaum Ayah. Namun demikian bukan berarti kaum Ayah tidak memiliki andil dalam keberhasilan pendidikan anak, melainkan mereka lebih terfokus untuk mengais rezeki untuk kesejahteraan keluarga. Pengorbanan orang tua untuk keberhasilan anaknya adalah sebuah investasi bagi keluarga itu sendiri khususnya, dan bagi bangsa pada umumnya.
Peranan pendidikan keluarga dalam keberhasilan pendidikan memiliki strategi penting, mengingat aktifitas anak lebih banyak berinteraksi bersama keluarga dibandingkan dengan gurunya di sekolah. Berikut ini sebuah opini mengenai benang merah pendidikan. Pendidikan keluarga yang baik akan menghasilkan SDM yang unggul. Keberhasilan pendidikan di sekolah akan menghasilkan SDM yang produktif. Sedangkan keberhasilan pemerintah dalam merencanakan, menyusun dan menjalankan sistem pendididikan nasional akan menghasilkan SDM yang tangguh. Jika ketiga unsur tersebut menyatu dalam suatu sistem maka akan menghasilkan SDM yang berkualitas.

Jika kita analogikan dalam sebuah permainan peran, anak adalah sosok kesatria yang dipersiapkan untuk membela tanah airnya. Sedangkan keluarga adalah ”Kastil” yang berfungsi sebagai tempat bernaung dari terik matahari dan hujan serta menjaga dari dinginnya udara malam yang memungkinkan ia beristirahat dengan nyaman. Selain itu keluarga juga berperan dalam mengatur kebutuhan biologis dan rohani yang di dalamnya terdapat unsur pemenuhan gizi, kesehatan, hiburan, spiritual, etika, dan estetika dalam kehidupan bersosial. Dengan demikian apabila unsur keluarga sudah mampu memenuhi kewajibannya, maka akan tercipta sosok kesatria yang unggul, kesatria yang tidak akan tergoyahkan pendiriannya dan terhindar dari berbagai jenis ”penyakit”.

Guru di sekolah berperan sebagai ”distributor” intelektual, yang menanamkan kedisiplinan, keterampilan, keilmuan, wawasan, pengetahuan, dan mengolah kekuatan intelektual menjadi sebuah karya nyata di masyarakat. Mengarahkan dan membimbing siswa dengan suatu tujuan yang mulia yaitu perubahan ke arah yang lebih baik, baik itu berupa perubahan sikap, pemahaman, wawasan, maupun pengetahuan siswa. Guru senantiasa mengerahkan berbagai komponen di antaranya metode dan strategi mengajar yang merupakan “jurus andalannya”, serta “mengasah” intelektualnya agar unsur keilmuan yang diramu dari berbagai media dan literatur dapat didistribusikan dengan baik, sehingga transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dicerna secara maksimal oleh siswa, dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu agar guru dapat memetakan jurus andalannya secara maksimal, maka hendaknya diberikan ruang dan waktu seluasnya serta fasilitas yang memadai kepada guru  untuk mengeksplorasi kemampuannya dalam memecahkan masalah yang terkait proses belajar mengajar di kelas. Mengurangi tugas sampingan yang dibebankan kepada guru, bahkan bila perlu ditiadakan dengan tujuan guru dapat memfokuskan diri terhadap tugas pokoknya. Bertentangan dengan fungsi guru sebagai ”ujung tombak” pendidikan, keragaman tugas yang dijalankan oleh guru di sekolah yang kita amati sangatlah jauh dari efektif. Banyak tugas lain yang diembankan kepada guru seperti memandu acara rapat atau pertemuan kedinasan, mendampingi siswa pada saat berlomba, mengikuti seminar, menjadi juri dalam perlombaan, menjadi pembicara dalam forum, dll. Tugas-tugas yang diembankan kepada guru tersebut merupakan bagian dari tugas mereka, dan hal demikian mungkin secara kedinasan tidak bisa disalahkan mengingat semua itu merupakan tugas dari atasan. Namun demikian, peran guru sebagai ”ujung tombak” pendidikan semakin ”membias” dalam peran dan fungsinya. Hal itu dapat diselusuri dengan cara memantau kegiatan guru di sekolah, antara kegiatan interaksi guru di kelas dengan kegiatan guru di luar kelas. Jika guru menjalankan aktifitasnya di luar tugas mengajar sudah pasti ia akan meninggalkan siswanya.
Untuk mengembalikan fitrah guru sebagi pengajar, pemerintah sebagai pusat komando harus mampu menempatkan para pemeran yang terkait dengan peran yang dimainkannya. Jika memang diperlukan, penilaian prestasi dan dedikasi guru dalam pengabdiannya jangan dinilai dari sudut pandang lama menjadi guru, atau jumlah nilai piagam serta sertifikat seminar ataupun kegiatan yang lain dalam penentuan nilai terkait dengan portofolio guru pada penilaian sertifikasi maupun kenaikan tingkat, melainkan melalui banyaknya karya tulis ilmiah yang telah dihasilkan yang terkait dengan permasalahan yang ditemukan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian diharapkan dengan mengembalikan fitrah guru sebagai pengajar dapat menghasilkan kesatira yang produktif. Kesatira yang tidak pernah lepas dari pengawsan, pemantauan, dalam tempaan dan didikan sacara maksimal. Pemantauan dan pengawasan secara reguler dan berkesinambungan diharapkan akan ditemukannya kendala yang dihadapi siswa, dan dapat segera ditemukan solusi yang tepat dan akurat. Baik melalui diskusi bersama siswa, maupun eksperimen dengan memunculkan variabel-variabel yang mungkin dapat mendekati pada sebuah solusi. Hal ini dimaksudkan manakala dalam pertarunganya di ”medan perang” ”ksatria” kita ketika kehilangan pegangannya dalam mempertahankan nyawa dalam membela tanah air, ia mampu meramu unsur-unsur yang terdapat pada alam sekitar yang diperoleh dari latihan-latihan menyelesaikan permasalahan yang ditemukan didalam pendidikannya untuk dijadikan sebagai sejata.  

Pemerintah berperan sebagai pusat komando. Pemerintah juga bertugas sebagai pengawas, pengontrol, penyalur dana, dan akses legalitas kehidupan bernegara diantaranya terkait dalam tata laksana pendidikan nasional, yang di dalamnya mengatur peran dan fungsi keluarga, tugas dan fungsi guru, serta para penyelenggara pendidikan lainnya. Jika pemerintah berhasil menjalankan kewajibannya, akan tercipta sosok ”kesatria” yang tangguh. Tangguh dalam arti yakin dalam hatinya dan siap bertarung dengan tujuan yang jelas, untuk apa dan untuk siapa ia bertarung? Dengan legalitas dan fasilitas yang didapatnya, ”kesatria” kita di dalam melaksanakan tugas dan kewajibanya ia akan memfokuskan eksistensinya dengan penuh kebanggaan dan dedikasi  yang penuh wibawa, sehingga ia akan menjadi ”kesatria” yang dapat kita andalkan.

Sesungguhnya perang apa yang sedang dan atau akan dihadapi oleh kesatria kita?” satu jawaban yang pasti adalah perang melawan kebodohan, kemiskinan, kebobrokan moral, pengaruh negatif budaya luar, dan penjajahan teknologi negara lain.

Sebuah petuah yang di dapat dari orang bijak ”Jadilah engkau orang yang benar-benar mengamalkan ilmu dan berpegang teguh pada pendidikan meskipun kau terseret dalam ketidakberdayaan, dan janganlah engkau menjadi seseorang yang memanfaatkan pendidikan hanya sebagai kolektor medali dan secuil piagam penghargaan yang mungkin hanya akan menjadikamu seseorang yang mempunyai potensi berprofesi sebagai pengangguran intelektual atau bahkan sebagai pencetak pengangguran intelektual di kemudian hari”
Makna yang terkandung di dalam petuah tersebut mungkin adalah berinvestasi dalam dunia pendidikan secara total merupakan tindakan yang tepat dalam mengantisipasi lost generations, daripada hanya sekedar kebanggan mengumpulkan ijazah atau membagikan sertifikat, sekedar untuk menunjukan kepada dunia bahwa kita terbebas dari kebodohan ( buta aksara ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar